credit to : dead-tired.eu |
Tidak ada satupun manusia yang kebal
terhadap kelelahan. Dalam dunia penerbangan, khususnya bagi para
penerbang, kelelahan dapat berujung fatal. Sebagian pihak kurang menaruh
perhatian terhadap isu ini hingga kecelakaan terjadi, seperti ditulis
G.J. Salazar, MD dari badan otoritas penerbangan Amerika Serikat, FAA,
dalam jurnalnya berjudul Fatigue in Aviation.
Kelelahan dapat menyebabkan
gejala-gejala seperti mengantuk, sulit berkonsentrasi, sikap apatis,
merasa terisolasi, lambat merespon, masalah daya ingat, gelisah dan
sensitif serta rentan melakukan kesalahan dalam mengerjakan
sesuatu. Cara terbaik mengatasi kelelahan adalah tidur yang cukup. Tidur
yang cukup memberi waktu pada tubuh untuk pemulihan selepas lelah.
Kurangnya tidur dapat menyebabkan masalah-masalah pada tidak hanya fisik
namun psikologis secara signifikan.
Namun demikian, para pilot seringkali
dituntut untuk berjibaku dengan jam kerja mereka dan mendapat penugasan
bahkan di waktu jam istirahat mereka karena kebutuhan akan tenaga pilot
yang mendesak dalam suatu kondisi tertentu.
Pilot yang mengalami kelelahan beresiko
melakukan sejumlah ketidaktepatan dalam bertindak dan mengambil
keputusan. Sejak Chicago Convention tahun 1944, telah diketahui bahwa
kelelahan karena jam tugas yang panjang dan kurang tidur/istirahat,
dapat mengancam keselamatan penerbangan. Oleh sebab itu cara yang paling
efektif untuk menghindarinya adalah mengacu pada FTL, Flight Time
Limitations.
Kelelahan dapat mengurangi kemampuan
fisik dan mental dan seseorang dapat kehilangan 80% dari kemampuan untuk
berkonsentrasi, dan 70% kemampuan merespon. Faktor kelelahan
diperkirakan menyumbang 15-20% dari keseluruhan kasus kecelakaan fatal
yang berkaitan dengan kesalahan manusia. Bahkan para ilmuwan
mensejajarkan kelelahan memiliki dampak yang serupa dengan pengaruh
alkohol.
Di Eropa, kelelahan pilot telah menjadi
ancaman nyata. Survei yang dilakukan melalui para penerbang menunjukkan
bahwa 71-90% pilot melakukan kesalahan disebabkan kelelahan. Sebanyak
50-54% mengatakan tertidur di dalam kokpit tanpa diketahui koleganya.
Salah satu dari contoh kasus kelelahan
pilot yang mengganggu operasional penerbangan terjadi di bulan Mei
2012, saat itu sebuah pesawat Air Berlin meminta izin untuk melakukan
pendaratan darurat di Munich, Jerman, karenea pilot merasakan kelelahan
yang hebat.
Menyikapi fenomena kelelahan pilot ini,
Instititusi Pendidikan Teknik Dirgantara Perancis, Institut Superieur de
l’Aerospace et de l’Espace, sedang melakukan penelitian tentang reaksi
psikologis dan neurologis pilot terhadap stres. Penelitian ini bertujuan
untuk mengenali gejala-gejala yang mengakibatkan potensi kesalahan
agar dapat meraih pemahaman tentangnya dan mencegahnya.
Penelitian yang dilakukan oleh Institusi pendidikan yang terletak di Toulouse tersebut didukung oleh AXA Research Fund. Penelitian itu dilakukan agar dapat memahami pola-pola akifitas saraf yang terjadi ketika penerbang mengalami kebingungan, terbebani workload yang berlebih, dan berfokus pada hal yang tidak mendesak dan mengabaikan hal yang lebih penting.
Perilaku tersebut dapat menyebabkan aktifitas yang tidak logis sehingga dapat berujung pada kecelakaan, di antaranya adalah kasus CIFT, control flight into terrain, atau pesawat yang terbang dalam kendali penuh pilot menabrak daratan, atau kehilangan kendali. Contoh kasus ini adalah kecelakaan AeroPeru pada tahun 1996 dan Air France 447 pada tahun 2009.
Perangkat yang digunakan untuk memonitor
reaksi pilot saat melakukan sesi latihan di flight simulator mencakup
eye-tracking, memonitor pelebaran pupil, aktifitas otak melalui
informasi dari electro-encephalogram dan sejumlah sensor infra merah.
Dalam pengujian ini akan menghasilkan pemahaman yang memungkinkan
manufaktur pesawat mengembangkan sistem peringatan baru untuk membuat
perhatian pilot tertuju padanya dan tidak mengabaikannya di saat
kapasitas kognitif seorang pilot sedang disibukkan oleh sesuatu. Sistem
yang dimaksud mencakup aural warning seperti peringatan konfigurasi take-off, peringatan kebakaran, dan sistem tekanan udara di kabin.
Sedangkan, pilot pesawat general aviation yang menerbangkan pesawat sendirian (single pilot operation)
tidak memiliki intensitas stres yang sama dengan pilot komersial dari
aspek jam kerja. Namun faktor pemicu stres dan kelelahan single pilot
operation datang dari beban kerja mereka yang lebih banyak dibanding
pilot komersial.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar